Kondisi Perekonomian Indonesia pada Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla sampai Jokowi-Ma'ruf Amin

Bagaimanakah Kondisi perekonomian Indonesia pada zaman pemerintahan Jokowi-JK sampai dengan saat ini (Jokowi - Ma'ruf Amin)?

Sebelumnya, dalam lima tahun pemerintahan Presiden Jokowi-JK, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada level 5 persen. Pemerintah mengklaim bahwa hal itu adalah yang terbaik, di tengah ketidakpastian perekonomian global. Pasalnya, dibandingkan dengan negara-negara G-20, pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama pada tahun 2018 sebesar 5,17 persen, merupakan tiga besar setelah India dan Cina.

Dalam buku “Lima Tahun Maju Bersama, Capaian Pemerintahan Jokowi-JK” yang dirilis Kantor Staf Presiden (KSP) beberapa saat sebelum lembaga itu dibubarkan, bahwa pertumbuhan berada pada di level 5 persen per tahun, ketimpangan pependapatan dankemiskinan menurun. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, angka kemiskinan mencapai level satu digit, dibarengi dengan angka ketimpangan pendapatan yang terus menurun.

Sedangkan sisi pengelolaan ekonomi makro, pemerintah mengklaim sektor moneter dan keuangan terkendali. Ini tercermin dari cadangan devisa Indoensia tinggi dan aman, setara dengan pembiayaan 7,1 bulan impor.

meskipun perkembangan ekonomi dunia kurang mendukung terhadap perekonomian nasional, namun Panji menilai pertumbuhan yang terjadi di Indonesia masih cukup baik dibandingkan dengan beberapa negara emerging market lainnya.  Ia merujuk ke sejumlah negara, seperti Turki pada kuartal I terkontraksi sebesar 2,4 persen dan kuartal II kembali mengalami hasil negatif yaitu 1,5 persen (YoY). Selain itu, beberapa negara berkembang lain juga mencatatkan pertumbuhan yang lebih rendah daripada Indonesia seperti Malaysia 4,9 persen, Thailand 3,7 persen, Brazil 1,01 persen, dan Rusia 0,9 persen.

Meskipun berbagai indikator ekonomi mengalami pertumbuhan, namun sisi daya saing global Indoensia turun dari posisi 45 pada tahun 2018, menjadi posisi 50 pada tahun 2019. Demikian juga dengan realisasi investasi. Pada tahun 2015 hingga 2018, investasi terus mengalami peningkatan, namun memasuki tahun 2019 diproyeksikan terjadi penurunan realisasi investasi khususnya Penanaman Modal Asing (PMA).

Sedangkan saat ini, pada pemerintahan Jokowi-Ma’ruf, banyak masyarakat yang menilai di dobrakan pemerintah di 100 hari kerja lebih minim dibandingkan dengan periode sebelumnya. Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menilai, kebijakan yang dikeluarkan Jokowi minim akan gebrakan baru khususnya kebijakan yang bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Menurut Faisal, memang ada beberapa kebijakan baru yang dilontarkan Jokowi dalam nota keuangan tahun lalu. Kebijakan tersebut antara lain fokusnya dalam memajukan Sumber Daya Manusia (SDM) dan tetap meningkatkan pembangunan infrastruktur. Namun, dia berpendapat cara untuk mencapai tujuan tersebut kabur atau tidak jelas.

Sama halnya seperti RUU Omnibus Law yang tengah digodok pemerintah. Faisal menilai RUU ini belum jelas seperti apa arahnya ke depan. Dia melihat, RUU Omibus Law yang ramai diperbincangkan saat ini seolah-olah hanya dimaksudkan untuk mempermudah investasi dengan memangkas regulasi.

Belum lagi, saat ini wabah virus Corona kian merebak dan menjadi sebuah pandemi. Hal itu tentunya mempengaruhi kondisi perekonomian yaitu melambatkan pertumbuhan ekonomi di seluruh negara yang terkena dampak wabah virus corona ini, termasuk Indonesia.

Saat ini pemerintah sedang mengupayakan pencegahan penularan wabah virus corona ini dengan Lockdown dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hal ini sedang dilaksanakan, namun hal itu memberikan dampak besar bagi kondisi perekonomian nasional. Di tengah masa-masa sulit seperti ini, pemerintah mungkin kewalahan, namun banyak harap dari setiap lapisan masyarakat untuk pemerintah dan pemerintah sedang mengupayakan hal itu untuk kesejahteraan rakyatnya.


----------------------------------------
Sumber referensi:


Komentar

Postingan populer dari blog ini